Pendahuluan
Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas dan segera hilang bila aktivitas dihentikan. Merupakan kompleks gejala tanpa kelainan morfologik permanen miokardium yang disebabkan oleh insufisiensi relatif yang sementara di pembuluh darah koroner.
Epidemiologi
• Diperkirakan bahwa sekitar 2 juta orang di Inggris memiliki atau pernah memiliki angina. Prevalensi angina lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita, dan meningkat tajam seiring usia.
• Prevalensi angina pada perempuan meningkat 0,1-1% pada mereka yang berusia 45-54 tahun mjd 10-15% pada mereka yang berusia 65-74 tahun.
• Prevalensi angina pada laki-laki meningkat dari 2-5% pada mereka yang berusia 45-54 tahun mjd 10-20% pada mereka yang berusia 65-74 tahun.
• Peningkatan terjadi secara signifikan pada tingkat sosial-ekonomi yg lebih rendah.
Etiologi:
Angina Pektoris disebabkan oleh karena berkurangnya aliran darah ke arteria koronaria yang salah satu penyebabnya adalah aterosklerosis, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke myocardium dan kebutuhan oksigen.
Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain :
1. Emosi
2. Stress
3. Kerja fisik terlalu berat
4. Hawa terlalu panas dan lembab
5. Terlalu kenyang
6. Banyak merokok
Patofisiologi
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suplai oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekauan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner (ateriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis.
Ateriosklerosis merupakan penyakit arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka arteri koroner berdilatasi dan megalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekauan atau menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat Oksid) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya penimbunan asam laktat, maka nyeri angina pektoris mereda. Dengan demikian, angina pektoris merupakan suatu keadaan yang berlangsung singkat.
Terdapat tiga jenis angina, yaitu :
1. Angina stabil
Disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan alirannya sewaktu kebutuhan oksigen meningkat. Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktivitas misalnya berolah raga atau naik tangga.
2. Angina prinzmetal
Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada kenyataannya sering timbul pada waktu beristirahat atau tidur. Pada angina prinzmetal terjadi spasme arteri koroner yang menimbulkan iskemi jantung di bagian hilir. Kadang-kadang tempat spasme berkaitan dengan arterosklerosis.
3. Angina tak stabil
Adalah kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal ;dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koroner. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung; hal ini tampaknya terjadi akibat arterosklerosis koroner, yang ditandai oleh trombus yang tumbuh dan mudah mengalami spasme.
Diagnosis
Diagnosis seringkali berdasarkan keluhan nyeri dada yang mempunyai ciri khas sebagai berikut :
- Letak
Sering pasien merasakan nyeri dada di daerah sternum atau di bawah sternum (substernal), atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar ke lengan kiri, dapat menjalar ke punggung, rahang, leher, atau ke lengan kanan. Nyeri dada juga dapat timbul di tempat lain seperti di daerah epigastrium, leher, rahang, gigi, bahu.
- Kualitas
Pada angina, nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat, atau seperti di peras atau terasa panas, kadang-kadang hanya mengeluh perasaan tidak enak di dada karena pasien tidak dapat menjelaskan dengan baik, lebih-lebih jika pendidikan pasien kurang.
- Hubungan dengan aktivitas
Nyeri dada pada angina pektoris biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas, misalnya sedang berjalan cepat, tergesa-gesa, atau sedang berjalan mendaki atau naik tangga. Pada kasus yang berat aktivitas ringan seperti mandi atau menggosok gigi, makan terlalu kenyang, emosi, sudah dapat menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada tersebut segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. Serangan angina dapat timbul pada waktu istirahat atau pada waktu tidur malam.
- Lamanya serangan
Lamanya nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit, kadang-kadang perasaan tidak enak di dada masih terasa setelah nyeri hilang. Bila nyeri dada berlangsung lebih dari 20 menit, mungkin pasien mendapat serangan infark miokard akut dan bukan angina pektoris biasa. Pada angina pektoris dapat timbul keluhan lain seperti sesak napas, perasaan lelah, kadang-kadang nyeri dada disertai keringat dingin.
Pemeriksaan penunjang
- Elektrokardiogram (EKG)
Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina sering masih normal. Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark miokard di masa lampau. Kadang-kadang menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien hipertensi dan angina; dapat pula menunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak khas. Pada saat serangan angina, EKG akan menunjukkan depresi segmen ST dan gelombang T dapat menjadi negatif.
- Foto rontgen dada
Foto rontgen dada seringmenunjukkan bentuk jantung yang normal; pada pasien hipertensi dapat terlihat jantung membesar dan kadang-kadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta.
- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu penting dalam diagnosis angina pektoris. Walaupun demikian untuk menyingkirkan diagnosis infark jantung akut sering dilakukan pemeriksaan enzim CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meningkat kadarnya pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kolesterol, HDL, LDL, trigliserida dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk mencari faktor risiko seperti hiperlipidemia dan/atau diabetes melitus.
Penatalaksanaan
Terapi non-farmakologis
Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan mengontrol emosi, mengurangi kerja yang berat dimana membutuhkan banyak oksigen dalam aktivitasnya, mengurangi konsumsi makanan berlemak, dan istirahat yang cukup. Disarankan untuk mengubah gaya hidup antara lain menghentikan konsumsi rokok; menjaga berat badan ideal, mengatur pola makan, melakukan olah raga ringan secara teratur; jika memiliki riwayat diabetes tetap melakukan pengobatan diabetes secara teratur; dan melakukan kontrol terhadap kadar serum lipid.
Untuk pasien dengan gejala angina yang tidak dapat lagi diatasi dengan terapi obat, pasien dengan stenosis arteri koroner kiri lebih besar dari 50% dengan atau tanpa gejala, pasien dengan penyakit di tiga pembuluh darah dengan disfungsi ventrikel kiri jantung, pasien dengan angina tidak stabil, dan pasien dengan post-infark miokard dengan lanjutan angina atau iskemik lebih parah, dapat dilakukan revaskularisasi, yang dilakukan dengan prosedur yang disebut coronary artery bypass grafting (CABG) dan percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA).
Terapi farmakologis
Terapi farmakologis meliputi:
Nitroglycerine sublingual; untuk pertolongan cepat untuk angina; mampu menurunkan suara arteriolar dan venous, mengurangi kebutuhan oksigen jantung, memperbaiki aliran darah jantung dengan dilatasi (pelebaran) pembuluh. Mekanisme kerjanya melalui pembentukan radikal bebas Nitrogen Oksida (NO) menstimulasi guanilat siklase sehingga kadar siklik-GMP menyebabkan defosforilasi miosin sehingga terjadi relaksasi otot polos.
Aspirin sebagai antiplatelet untuk mengurangi agregasi platelet dan trombosis di arteri sehingga juga dapat mengurangi sumbatan di pembuluh darah
β-bloker dengan prioritas MI; memiliki mekanisme kerja mengurangi kebutuhan oksigen jantung selama penggunaan dan stress dengan cara mengurangi kecepatan dan kontraktilitas denyut jantung
Inhibitor ACE untuk pasien dengan CAD (penyakit arteri koroner) dan diabetes atau disfungsi sistole left ventricle (LV); mempunyai mekanisme kerja sebagai antagonis pelepasan mediator dari angiotensin II pada sel otot polos, mencegah plak atherosclerotic ruptur dengan mengurangi inflamasi, mengurangi hipertropi ventrikel kiri jantung, dan memperbaiki fungsi endotelial
Terapi untuk menurunkan LDL dengan CAD dan LDL konsentrasi >130 mg/dl (catatan: diturunkan sampai kurang dari 100 mg/dl);
Calcium antagonist/long-acting nitrat untuk mengurangi gejala jika kontraindikasi β-bloker; dengan cara mengurangi kebutuhan oksigen jantung dan menginduksi vasodilatasi (pelebaran pembuluh) arteri koroner. Calcium antagonist/long-acting nitrat dikombinasikan dengan β-bloker jika pengobatan utama dengan β-bloker tidak berhasil. Calcium antagonist/long-acting nitrat sebagai pengganti β-bloker jika pengobatan utama dengan β-bloker mempunyai efek samping yang tidak dapat diterima.
Daftar Pustaka
Tjay, T.H., dan Kirana, R., 2007, Obat-obat Penting, Khasiat, penggunaan dan efek sampingnya, edisi ke-enam, Penerbit Elex Media Komputindo; Jakarta .
Katzung, B.G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi pertama, Salemba; Jakarta .
Corwin, E.J., 2001, Buku Saku Patofisiologi, Alih bahasa Pendit, B.U., Editor Endah, P., Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta.
Setiawati, A. dan Suyatna, 2005, Obat Antiangina, Farmakologi dan Terapi, Edisi keempat, Penerbit Bagian Farmakologi FKUI; Jakarta.
Djohan, T.B.A., 2004, e-repository, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner, Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.
Wood, D.A,2005, Medicographia, Vol 27, London , United Kingdom .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar